Oleh: Nuraeni, S.Pd., M.Pd. (Guru SMA NEGERI 1 SUMBER ).
Istilah mizan sebenarnya dari agama Islam yang berarti keseimbangan mencakup berbagai aspek kehidupan dimulai dari beribadah, berperilaku, dan berinteraksi dengan alam. Alam sekarang kondisinya tidak menentu seperti ibarat seorang ibu pertiwi yang sedang marah akibat keluarganya. Alampun sama, mereka dirusak, digunduli dan lain-lain akibat keserakahan manusia yang tidak pernah kenyang mengekploitasi kekayaan alam.
Alam pun menangis dan menjerit kesakitan sehingga mereka memberi sinyal emosi dari mulai banjir akibat membuang sampah sembarangan, tanah longsor, kebakaran hutan, hama tikus yang menyerang padi, saling berubah-rubah iklimnya, pencemaran laut dan udara, musnahnya satwa langka sampai meningkatnya pemanasan global. Oleh karena itu, mari kita semua sebagai manusia menjaga keseimbangan dari aspek kehidupan untuk kebutuhan sehari-hari kita agar kelak nanti cucu-cucu kita bisa menikmati keindahan alam semesta. Kalau bukan dari kita sebagai manusia dewasa yang memiliki ilmu, pengetahuan dan agama. Siapa lagi! Mari kita lawan yang ingin merusak lingkungan.
Agama Hindu menekankan pentingnya keadilan lingkungan dan memastikan bahwa tindakan manusia tidak merusak alam semesta. Seperti yang disampaikan oleh narasumber Dr. Ni Nyoman Rahmati, S.Ag., M.Si pada sesi II Sekolah Lintas Iman (SLI) certification in Interfaith Communication and Dialogue (C.ICD)-Kepemimpinan Ekoteologis Interreligius dalam Pembangunan SDGs pada hari Sabtu, 14 Juni 2025 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Peneliti Studi Kalimantan (APSK). Beliau juga menyampaikan untuk menciptakan stabilitas dan harmoni alam semesta dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya:
Dalam agama hindu, menjaga keseimbangan lingkungan dianggap sebagai cara untuk menjaga koneksi dengan Tuhan dan mencapai kesadaran spiritual. Lingkungan dianggap sebagai ciptaan Tuhan, sehingga menjaga keseimbangan lingkungan adalah cara untuk menghormati dan mensyukuri ciptaan-Nya. Selain itu, menjaga keseimbangan lingkungan juga merupakan bagian dari prinsip Ahimsa (non-kekerasan) dan keadilan lingkungan. Seperti yang dikatakan oleh penulis Trimanto B.Ngaderi ada konsep Tri Hita Karana yang mengatur hubungan antara manusia, alam semesta dan Tuhan. Dimana konsep tersebut hidup yang Tangguh (sejahtera) akan tercapai apabila terjadi hubungan yang harmonis antara Tuhan, manusia dan Alam semesta, agar tercapai pelestarian dan keberlangsungan lingkungan. Dr. Nyoman menjelaskan bahwa umat Hindu dalam keseharian menjalankan berbagai ritual yang bertujuan menjaga keharmonisan dengan alam. Beberapa di antaranya adalah:
- Kain Poleng, kain bermotif hitam-putih yang biasanya dililitkan pada batang pohon, melambangkan kekuatan spiritual, keseimbangan, dan upaya pelestarian alam.
- Tawur Kesanga, bagian dari upacara Bhuta Yadnya, dilaksanakan untuk mensucikan alam semesta dan menjaga keharmonisan antara manusia dan lingkungannya.
- Tumpek Wariga, hari penghormatan kepada Dewa Tumbuh-tumbuhan, Desa Sangkara, sebagai bentuk syukur dan perawatan terhadap alam.
- Subak, sistem irigasi tradisional di Bali yang mencerminkan integrasi antara lingkungan, kehidupan sosial, dan nilai-nilai spiritual.
- Tumpek Kandang, sebuah hari persembahan kepada Dewa Rare Anggon, ditujukan untuk memohon perlindungan dan kesehatan bagi hewan ternak.
Selain itu, peringatan Hari Raya Nyepi menjadi momen penting dalam kehidupan umat Hindu untuk merenung dan menyeimbangkan diri dengan alam. Perayaan ini bukan hanya bermakna spiritual, tetapi juga membawa dampak positif terhadap lingkungan, seperti berkurangnya polusi udara, hemat energi dan air, serta meningkatnya kesadaran ekologis masyarakat.
Sementara itu, dalam masyarakat Suku Dayak Salako, dikenal ritual Ngabayotn sebagai ungkapan rasa syukur atas panen padi. Adapula Mamapas Lewu, dijalankan oleh masyarakat pemeluk agama Kaharingan, yang bertujuan menyucikan kampung dari konflik, bencana, kesialan, dan wabah. Sedangkan Manyanggar merupakan upacara adat masyarakat Dayak Kalimantan Tengah yang dilakukan sebelum membuka lahan baru.
Dengan menjalankan prinsip-prinsip ini, individu dapat menciptakan stabilitas dan harmoni alam semesta, serta mencapai kesadaran spiritual dan keseimbangan hidup. Dalam pandangan Hindu, menciptakan stabilitas dan harmoni alam semesta adalah bagian dari tujuan hidup yang lebih tinggi, yaitu mencapai Moksha, atau kebebasan dari siklus kelahiran dan kematian. Atau bisa dikenal dengan istilah sebagai “Moksartam Jagathita Ya Ca Iti Dharma”, yang merupakan tujuan tertinggi dalam agama Hindu.